“Jach.., bangun..! Udah makan belon..?
Udah jam berapa ini..? Jach.. Jach.. Jach..!” kedengaran suara mami
mulai mendekati kamar saya dan langsung masuk ke kamar saya yang
biasanyatidak pernah terkunci. “Jach..!” mami duduk di tepian tempat
tidur dan langsung mengelus kepala saya, “Yo.. ayo.. bangun Nak Sayang,
udah jam 9, kamu mandi gih baru makan..!” “Ah.. malas Mam, mau tiduran
dulu. Entar aja satu jam lagi ya..!” “Udah Mami tungguin.., entar kamu
bohong lantas tidur satu harian.” Kemudian saya sedikit menggeser posisi
tidur saya supaya mami bisa ikut tiduran. Sambil tiduran mami
mencari-cari majalah yang mau dibacanya. Saya kelupaan kalau disitu ada
Novel yang ceritanya agak hot, dapat dibilang hanya sekitar seks saja
ceritanya. Ya.., terlanjur sudah keambil oleh mami. Saya biarkan saja
dia membacanya, dan entah kenapa ada perasaan yang lain setelah mami
masuk ke dalam kamar saya, seakan-akan gairah seks saya mulai menjalar
menyelimuti tubuh. Bagaimana ini, repot jadinya, karena kebiasaan saya
tidur hanya menggunakan piyama untuk tidur dan memakai selimut. AC di
ruangan kamar saya mengigilkan badan, dan inilah penyakit saya, kalau
situasi dalam keadaan dingin nafsu langsung naik dan meledak-ledak.
Posisi tidur saya waktu itu persis di samping mami dan bersenggolan
dengan pahanya. Saya perhatikan mami makin serius membaca novel dan
maklum tidak pernah membaca buku yang begituan. Dengan sedikit menggoda
saya bertanya, “Bapa kemana Mam..?” “Kamu macam tak tau aja, kan udah
berangkat ke Kisaran, biasa ngantar Ikan. Paling-paling besok udah
pulang.” “Awas Mam, nanti tidak ada pelampiasannya, Papa kan tidak ada
di rumah.” “Enggak, Mama cuman pengen tau aja apa isinya, kok
orang-orang pada senang membacanya.” jelasnya. Sedikit posisi saya agak
memeluk mami, maklum hal ini sering saya lakukan karena saya anak Mami
dan dimanja, jadi hal ini tidak janggal lagi bagi saya dan mami. Terus
entah kenapa, penis saya tepat menempel di samping kemaluannya, dimana
mami saya posisinya agak miring menghadap saya. Dengan cuek saya ikutan
membaca novel yang dibacanya. Posisi mami membaca telentang, dan agak
miring menghadap saya. Dengan sedikit menggoyang-goyangkan paha,
terjadilah pergesekan antara paha saya dengan paha mami, dan hal ini
tidak pernah kami lakukan. Sesuatu yang janggal saya rasakan, dimana
kalau saya bermanja-manja selalu dalam keadaan memakai celana pendek,
tapi dalam keadaan saya sekarang hanya menggunakan piyama tanpa memakai
apa-apa, dan perasaan ini tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Mungkin
ada setan yang melanda diri saya, batang kemaluan saya pun mulai
membesar, dan mungkin mami merasakan itu, tapi dia tidak
menghiraukannya, masih taraf wajar pikirnya. Sekilas saya melihat ke
paha mami, dasternya tersikap, dan tetap mami tidak menghiraukannya. Dia
masih menganggap saya anak kecil yang seperti dulu. Tidak sadarkah dia
bahwa saya sudah 16 tahun, dan saya sedang mengalami masa pubertas
pertama. Sekarang keadaan semakin tidak karuan, dan timbul dalam pikiran
saya untuk melanjutkan lebih jauh lagi dengan sedikit menggeser
dasternya memakai paha saya. Dan alangkah terkejutnya saya bahwa mami
tidak mengenakan celana dalam. Terlihat gundul di bagian bukit
kemaluannya. Ternyata mami sangat rajin mencukur bulu kemaluannya,
maklum dia sangat pembersih. Dengan pura-pura tidak tahu, saya menggeser
lagi piyama yang saya pakai. Tersingkap dan terbebaslah penis saya.
Dengan sedikit berpura-pura lagi, saya mengambil bantal yang ada di
seberang mami, dan secara otomatis batang kemaluan saya menempel persis
di samping vaginanya. Setelah saya mengambil bantal saya tidak kembali
lagi dengan posisi pertama, dan pura-pura bertanya. “Serius kali Ma
bacanya..!” “Iya.., ini ceritanya lagi seru dan menarik.” katanya seakan
tidak ada larangan darinya ketika saya sudah mulai jauh bertindak.
Dengan sedikit gerakan, saya menggesek-gesekkan penis saya. Meskipun
batang kemaluan saya sudah langsung menempel persis di pinggir
vaginanya, mami tidak merasakannya atau berpura-pura. Itulah yang
berkecamuk dalam pikiran saya. “Ah, bodoh amat..!” pikir saya waktu itu.
Dengan telaten saya terus menggesekkan, dan ternyata mami tahu kalau
saya agak susah atau memang mami mau memiringkan badannya. Dengan posisi
tadi mungkin mami pegal, kemudian mami meletakkan novel di bantal, dan
otomatis dia semakin miring posisinya. Mami tidak berkata apa-apa
sewaktu dia memiring sedikit lagi yang bertepatan dengan penis saya yang
sudah tegang dari tadi seperti sebuah batang kayu.
Sepertinya mami maunya tidak
disengaja, atau mami juga menikmatinya. Sekarang tepatlah sudah batang
kemaluan saya di belahan vaginanya dengan posisi saya masih memeluk
bantal yang membatasi saya dengan buah dadanya. Saya sangsi kalau mami
tidak mengetahui apa yang telah terjadi, tetapi tidak ada tanda-tanda
mami melarang perbuatan saya. Sedikit demi sedikit saya menggesek-gesek
terus batang kemaluan saya, dan terkuaklah bibir vaginanya. Terasa agak
berlendir dan licin vaginanya, dan saya yakin mami pasti menikmati, tapi
anehnya mami masih tetap serius membaca novel. Tidak saya hiraukan mami
lagi sedang apa. Kemudian dengan sabar saya menggesek-gesekkannya lagi,
dan terasa kepala penis saya mulai menerobos bibir vaginanya. Itu semua
saya lakukan tanpa berbicara, dan seperti terjadi begitu saja, mungkin
mami malu melakukan secara blak-blakan. Dengan sedikit usaha saya
memajukan pantat dan semakin nikmat rasanya, tapi kok agak susah ya
masuknya, dimana ukuran kemaluan saya 18 cm panjangnya dengan diameter 3
cm. Tapi dengan dibantu cairan yang mulai keluar dari vagina mami
menolong batang kemaluan saya masuk ke dalam dengan sedikit agak
menggeser bantal yang saya peluk. Setelah agak tersentak pantat saya,
“Bless..!” masuk semua batang kemaluan saya dan mendiamkan sebentar
untuk melihat reaksi mami. Eh ternyata mami masih tetap membaca novel
yang ada di tangannya. Dengan sedikit menarik pantat, anda dapat
bayangkan posisi saya dengan gaya miring semakin membuat kami erat
terhubung. Tetapi saya belum berani memeluk mami, terpaksa bantal lah
yang menjadi pegangan saya. Terasa batang kemaluan saya dipijat-pijat,
nikmatnya tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Semakin lama penis
saya semakin mudah saya maju-mundurkan. Badan mami tertahan dengan papan
tempat tidur, jadi kami tetap dengan posisi semula. Terasa sudah lama
saya menggesek-gesek dan memaju- mundurkan batang kemaluan saya di dalam
vagina yang dulunya adalah tempat saya lahir. Sudah 10 menit saya
melakukannya, semakin licin vaginanya. Tercium bau vagina yang
menggairahkan, dan mulai terasa ngilu di kepala penis saya, seperti mau
meledak. Setelah sekali goyangan terakhir dan memasukkan dalam-dalam,
badanku terasa seperti kesetrum listrik yang bertegangan tinggi. “Coot..
crott.. croott..!” Saya peluk bantal kuat-kuat dan tetap membenamkan
batang kemaluan saya di dalam vaginanya, dan saya melihat wajah mami
agak berkerut menahan nikmatnya. Terasa batang kemaluan saya seakan-akan
dipijat dengan kuat, dan terasa ada yang menyiram dari dalam vaginanya.
Anehnya batang kemaluan saya tidak langsung lemas, tetapi tetap tegang.
Dengan sedikit waktu untuk istirahat, saya mendiamkan batang kemaluan
saya di dalam vagina mami selama 5 menit. Setelah rasa ngilunya hilang,
baru penis saya mengecil dan saya cabut dari vaginanya. Saya melihat ke
arah vaginanya, terlihat keluar sedikit air mani saya dan meleleh di
bibir vaginanya. Akhirnya mami bangkit dari tempat tidur dan keluar dari
kamar sambil berkata, “Jach udah tidur-tidurannya, udah jam 10 ini..,
tadi janjimu kamu mau bangun jam 10, cepatan mandi dan Mama mau mandi
juga, mau nyiapin makanmu..!” “Bret..!” pintu kamar tertutup setelah
itu. Saya juga bangkit dari tempat tidur dan langsung mandi. Selasai
mandi saya memakai celana pendek dan langsung menuju meja makan. Saya
mendapati mami sudah duduk menunggu saya untuk makan. Sewaktu makan
seakan-akan tidak terjadi apa-apa diantara kami. Setelah kejadian pagi
itu terjadi, tidak ada perubahan antara hubungan saya dengan mami.
Seperti biasanya, ayah saya telah kembali malam hari, tepatnya pukul 11
malam dan langsung tidur. Memang hal ini sudah merupakan kebiasaannya,
tidak pernah punya waktu untuk keluarga, padahal situasi seperti inilah
yang saya inginkan, dimana dapat berbincang- bincang dengan ayah atau
semua keluarga. Memang dalam berbisnis ayah saya terbilang oran nomor
satu di lingkungan saya. Pagi itu cuacanya sedikit agak cerah dan
matahari masuk ke dalam kamar saya karena kamar saya posisinya paling
depan, sedangkan kamar mami berada di tengah rumah, dan memiliki kamar
membelakangi terbitnya matahari. Terasa silau dengan sinar matahari
membuat saya terbangun. Saya pun keluar dari kamar masih dengan
menggunakan piyama biasa, tidak mengenakan apa-apa di baliknya. Terus
saya lihat seisi rumah, ternyata masih sepi. Saya lihat jam sudah
menunjukkan jam 8 siang. Kebetulan bulan ini adalah hari lmamir panjang
untuk naik kelas, pada waktu itu saya mau naik ke kelas 3 SMU. Maksud
hati sih masih mau tidur, tapi di kamar saya silau dengan sinar
matahari. Gimana ya, mami belum kelihatan, berarti belum bangun.
Terus saya berusaha melangkah ke
dapur, ternyata juga belum saya jumpai, berarti benar mami masih tidur
di dalam kamarnya. Saya mengarah ke kamar utama, ke kamar ayah dan mami
yang lumayan besar. Saya langsung saja mencoba membuka pintu dengan
menekan gagang pintu, eh pintunya tidak terkunci. Pelan-pelan saya buka
pintu. Benar, terlihat mami masih tertidur pulas, dan saya langsung
masuk. Saya menutup pintu kamar, takut nanti kelihatan pembantu, kan
bisa berabe. Kemudian saya mendekati tempat tidur mami, sekilas saya
melihat sekeliling kamar tertata rapi, mami memang terkenal suka
bersih-bersih. Dengan sedikit lembut saya menghempaskan pantat saya ke
tepian tempat tidur, dan sebentar saya perhatikan mami yang sedang tidur
nyenyak. Dengan sedikit agak manja saya mencoba membangunkannya.
“Mami.. Mami.., bangun dong..! Udah jam 8 pagi nih..!” “Ah.., entar aja
Jach.., Mami lagi ngantuk nih..!” Mendengar jawabannya, saya jadi ikut
tiduran di tempat tidurnya. Dengan sedikit iseng saya mulai kenekatan
saya. Pelan-pelan tetapi pasti, saya sikapkan daster mami dengan tangan.
Oh.. oh.., dia tidak memakai CD lagi, terlihat bersih vagina mami.
Batang kemaluan saya berdiri tegak dan langsung menyembul dari dalam
piyama. Lima menit saya memandangi kemaluan mami sambil mengelus-elus
penis yang sudah mulai tinggi tegangannya. Kemudian saya mulai memeluk
mami dengan posisi mami miring membelakangi saya. Sewaktu saya memeluk
tubuhnya, dengan sedikit tenaga saya menarik tubuh mami, dan ternyata
mami tidak melawan dan mengikuti kemauan saya. Sekarang mami menghadap
saya sama seperti kemarin, hanya kemarin mami dalam keadaan terbangun,
membaca novel dan saya tidak memeluk tubuhnya, tetapi sekarang saya
memeluk tubuhnya. Posisi dasternya agak tersikap lebih ke atas. Saya
mencoba mencari pengaitnya tapi tidak ketemu juga, ya sudah tidak usah
terbuka semuanya, nanti takut mami marah pikir saya. Dengan posisi
memeluk tubuhnya yang susu kenyalnya mengenai dadaku, saya tidak berani
membuka dasternya, apalagi takut kedinginan gara-gara AC di kamar mami.
Sekarang nafsu saya sudah tidak tertahankan lagi, langsung saya arahkan
batang kemaluan saya ke bibir vaginanya, dan ternyata liangnya masih
kering dan sedikit agak susah masuknya. Terpaksa saya hanya
menggesek-gesek saja bibir kemaluannya. Terlihat oleh saya vaginanya
mulai mengembang dan mengeluarkan cairan, langsung saja saya memasukkan
penis saya. Sewaktu saya mendorong, terpleset. Setelah dengan susah
payah menggesek-gesek, terlihat bibir vaginanya mulai mengeluarkan
cairan sebagai pelumas. Mulai terasa seakan-akan batang kemaluan saya
mau ditelan habis oleh vaginanya, dimana bibir vagina mami mulai kembang
kempis. “Ah.. ahk..!” geli sekali rasanya. Ingin rasanya saya
memasukkan cepat-cepat, tapi takut terpeleset lagi nanti. Memang agak
kesulitan saya memasukkan penis saya. Disaat saya mulai berusaha
memasukkan lebih dalam lagi, mami juga rupanya menikmati. Dengan
pura-pura tidur dia sedikit merenggangkan pahanya dan memudahkan penis
saya masuk lebih dalam lagi. Dengan sekali dorong, “Bless..!” masuk
seluruhnya ke dalam liang senggamanya. Saya diamkan agak lama dengan
maksud mau melihat bagaimana reaksi mami. Saya sengaja tidak mau
menggoyangkan pantat saya, dan ternyata terasa tanggung bagi mami.
Kemudian dengan sedikit gerakan, mami memaju-mundurkan pantatnya.
Melihat reaksinya, saya juga langsung memulai bergoyang dengan sedikit
kelembutan. Secara tidak langsung saya memeluk mami, dan mami masih
tetap menjaga sikap dengan tidak mau blak-blakan melakukannya. Tidak
perduli saya dorong badannya dengan posisi saya menindihnya, sedang
batang kemaluan saya mulai terasa mengalami tegangan tinggi. Dengan
posisi saya di atas mami yang dengan sikap merenggangkan kakinya
lebar-lebar semakin cepat saya memompa, dan sekali-kali mami mengikuti
irama dengan mengangkat pantatnya. Ada sekitar 20 menit saya
melakukannya dan mulai terasa geli di ujung penis saya, dan “Cret..
cret.. cret..!” saya tumpahkan semuanya ke dalam kandungan mami dimana
saya juga pernah dikandungnya. Saya diamkan selama kurang lebih 5 menit.
Karena takut mami merasa berat dengan badan saya, saya tetap memeluknya
dengan posisi miring sekarang, dan batang keamluan saya masih tetap
menancap di dalam vaginanya. Setelap 10 menit terasa penis saya masih
tegang. Kembali dengan sikap yang sama kulakukan lagi sampai 3 kali hari
itu. Setelah selesai saya tertidur, dan sewaktu saya bangun mami tidak
ada lagi. Ketika saya cari-cari, dia sedang masak di dapur dan menegur
saya. “Udah mandi belon Jach..? Mandi gih..!” katany seakan-akan tidak
ada yang terjadi. Memang mami sangat menikmatinya, begitulah kami
melakukan hampir setiap hari dengan tetap mami menjaga sikap tidak mau
melakukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar